57. Pengarahan & Pengembangan
Organisasi Motivasi
Pentingnya
Motivasi
Dalam kehidupan sehari-hari yang
penuh dengan kegiatan perlu adanya motivasi agar kegiatan itu berjalan dengan
lancar sesuai keinginan dan mendapatkan hasil yang maksimal. Motivasi merupakan
dorongan untuk melakukan sesuatu. Dengan adanya motivasi kinerja kegiatan akan
terlihat apakah kita bekerja maksimal atau tidak dan tentunya akan berdampak
hasil yang didapat. Banyak sekali faktor-faktor yang membuat kita menjadi malas
dalam melakukan sesuatu. Misalnya dalam melakukan pekerjaan kita mendapat upah
kecil, sedangkan usaha yang kita berikan kepada perusahaan sangat besar
sehingga membuat kita tidak semangat lagi untuk bekerja di perusahaan itu.
Kegagalan yang kita dapatkan saat nilai ujian kita jauh dari hasil yang ingin
kita capai, membuat mahasiswa itu tidak bersemangat lagi dalam menjalani
perkuliahan.
Pentingnya motivasi, membuat kita
akan bergairah kembali dalam melakukan sesuatu. Adapun faktor-faktor motivasi
dalam berorganisasi sebagai berikut:
A. Intern Individu
Merupakan faktor-faktor dalam diri individu yang dapat memotivasi dirinya untuk melakukan sesuatu. Faktor-faktor itu diantaranya sebagai berikut:
Merupakan faktor-faktor dalam diri individu yang dapat memotivasi dirinya untuk melakukan sesuatu. Faktor-faktor itu diantaranya sebagai berikut:
1. Kebutuhan
Kebutuhan merupakan
segala sesuatu yang harus dipenuhi. Banyaknya kebutuhan yang ingin dipenuhi
oleh setiap manusia mendorong manusia tersebut untuk melakukan pekerjaan.
Sebagai contoh kebutuhan sehari-hari manusia, mendorong manusia itu untuk
bekerja. Mengumpulkan aset agar nanti saat kita keluar kerja tidak kesusahan.
Kebutuhan akan aktualisasi diri dikarenakan pekerjaan tersebut menantang.
2. Harapan
Harapan merupakan
sesuatu yang kita inginkan. Harapan akan mendapatkan hadiah yang besar apabila
kita menabung di Bank tersebut mendorong kita untuk selalu meningkatkan saldo
kita. Harapan akan kepercayaan orang lain misalnya kita berkata jujur kepada
orang lain atas kesalahan yang kita buat dan meminta maaf kepada mereka
sehingga didapat kepercayaan kambali dari mereka.
3. Kepuasan
Kepuasan merupakan
perasaan emosional seseorang setelah melakukan sesuatu. Kadangkalanya orang
termotivasi melakukan sesuatu karena adanya kepuasan yang ingin dia capai.
Misalnya jabatan dalam suatu organisasi akan menjadi kepuasan tersendiri
terhadap orang tersebut setelah menjabatanya.
4. Pengembangan Diri
Meliputi
mengikutsertakan diri terhadap segala kegiatan agar memperoleh pengalaman yang
berharap yang dapat digunakan untuk mengembangkan diri menjadi individu yang
lebih baik.
B. Ektern Individu
Merupakan faktor-faktor di luar diri individu yang dapat memotivasi individu untuk melakukan sesuatu. Faktor-faktor itu diantaranya sebagai berikut:
Merupakan faktor-faktor di luar diri individu yang dapat memotivasi individu untuk melakukan sesuatu. Faktor-faktor itu diantaranya sebagai berikut:
1. Lingkungan
Organisasi
Merupakan segala
sesuatu yang ada di sekitar organisasi. Lingkungan organisasi yang mendukung akan
memotivasi orang untuk semangat dalam melakukan pekerjaan dalam organisasi
tersebut.
2. Keseimbangan dan
Keadilan
Individu
termotivasi untuk melakukan sesuatu karena adanya job rewards (hadiah
pekerjaan) yang diberikan oleh organisasi itu atau diluar organisasi itu.
Misalnya mendapatkan upah/gaji yang sesuai dengan usaha kita. Adanya peluang
karir yang baru di organisasi itu seperti jabatan yang lebih tinggi apabila
karyawan tersebut mendapatkan prestasi baik di perusahaan tersebut.
3. Tujuan
Segala sesuatu yang
kita ingin capai merupakan suatu tujuan. Dengan adanya tujuan organisasi
mendorong anggota-anggotanya untuk bekerja keras semaksimal mungkin untuk
mencapai tujuan tersebut.
4. Tantangan
Merupakan segala
sesuatu yang menjadi halangan dalam kita melakukan kegiatan. Adakalanya
tantangan itu menjadi motivator bagi kita untuk menaklukan tantangan itu.
5. Hukuman
Merupakan balasan
terhadap segala sesuatu yang telah dilakukan diluar dari aturan.
Anggota-anggota organisasi adakalanya mereka diselimuti oleh rasa ketakutan
dikarenakan adanya hukuman yang berlaku di antara anggota-anggota organisasi
itu. Hukuman itu mendorong mereka untuk melakukan hal yang sesuai aturan.
Hukuman itu bisa berupa denda, pemutusan kontrak kerja, atau juga berhadapan
dengan pengadilan.
6. Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan
seseorang berbeda-beda. Kepemimpinan dapat digunakan untuk memotivasi seseorang
untuk bekerja lebih keras lagi. Namun kepemimpinan ini juga mempengaruhi
perilaku anggota-anggota organisasi. Misalnya kepemimpinan yang cenderung
totaliter membuat seseorang akan kehilangan kreatifitasnya dikarenakan segala
sesuatu yang dilakukan harus sesuai dengan apa yang pemimpin inginkan. Namun
apabila kepemimpinannya cenderung demokrasi akan mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu yang dapat memajukan organisasi tersebut dengan menyuarakan
isi pikirannya melalui para pemimpin tersebut untuk ditindak lanjuti.
Pentingnya motivasi dalam
berorganisasi, membuat banyak perusahaan yang berusaha mendatangkan para
motivator-motivator atau juga buku-buku yang tentunya memberi semangat kepada
para anggotanya untuk bekerja lebih keras lagi agar tujuan dari organisasi
tersebut tercapai.
Pentingnya
Motivasi Dalam Belajar
Pengertian
Motivasi
Menurut Walgito (2002) motif berasal dari bahasa latin
movere yang berarti bergerak atau tomove yang berarti kekuatan
dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat (driving force). Motif
sebagai pendorong tidak berdiri sendiri tetapi saling terkait dengan faktor
lain yang disebut dengan motivasi.Menurut Caplin (1993) motif adalah suatau
keadaan ketegangan didalam individu yang membangkitkan, memelihara dan
mengarahkan tingkah laku menuju pada tujuan atau sasaran. Motif juga dapat
diartikan sebagai tujuan jiwa yang mendorong individu untuk melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu dan untuk tujuan-tujuan tertentu terhadap situasi
disekitarnya (Woodworth dan Marques dalam Mustaqim, 1991).Sedangkan menurut
Koontz dalam Moekjizat (1984) motif adalah suatu keadaan dari dalam yang
memberi kekuatan, yang menggiatkan atau menggerakkan, dan yang mengarahkan atau
menyalurkan perilaku kearah tujuan-tujuan tertentu.
Menurut
Gunarsa (2003) terdapat dua motif dasar yang menggerakkan perilaku seseorang,
yaitu motif biologis yang berhubungan dengan kebutuhan untuk mempertahankan
hidup dan motif sosial yang berhubungan dengan kebutuhan sosial. Sementara
Maslow A.H. menggolongkan tingkat motif menjadi enam, yaitu: kebutuhan fisik,
kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan seks, kebutuhan
akan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri (dalam Mahmud, 1990).
Terlepas
dari beberapa definisi tentang motif diatas, tentu kita dapat menarik suatu
kesimpulan bahwa motif adalah suatu dorongan dari dalam diri individu yang
mengarahkan pada suatu aktivitas tertentu dengan tujuan tertentu pula.
Sementara itu motivasi didefinisikan oleh MC. DOnald (dalam Hamalik, 1992)
sebagai suatu perubahan energi didalam pribadi seseorang yang ditandai dengan
timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan. Menurutnya terdapat tiga
unsur yang berkaitan dengan motivasi yaitu:
1. Motif dimulai dari adanya perubahan
energi dalam pribadi, misalnya adanya perubahan dalam sistem pencernaan akan
menimbulkan motif lapar.
2. Motif ditandai dengan timbulnya
perasaan (afectif arousal), misalnya karena amin tertarik dengan tema diskusi
yang sedang diikuti, maka dia akan bertanya.
3. Motif ditandai oleh reaksi-rekasi
untuk mencapai tujuan.
Menurut Terry (dalam Moekjizat, 1984) motivasi adalah keinginan didalam diri individu yang mendorong individu untuk bertindak.
Menurut Terry (dalam Moekjizat, 1984) motivasi adalah keinginan didalam diri individu yang mendorong individu untuk bertindak.
Pengertian Belajar
Menurut
Skinner (dalam Syah, 2004) belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian
tingkah laku) yang berlangsung secara progresif. Sedangkan menurut Wittaker
(dalam Djamarah, 2002) belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan
atau diubah melalui latihan dan pengalaman. Sementara itu Chaplin, 1993 dalam
Kamus Psikologi membatasi istilah belajar dalam dua rumusan: 1. belajar adalah
perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan
dan pengalaman, 2. belajar adalah proses memperoleh respon-respon sebagai
akibat adanya latihan khusus.Dari beberapa definisi tersebut dapat ditarik
suatu kesimpulan bahwa belajar merupakan suatu aktivitas, latihan atau kegiatan
lainnya yang menimbulkan suatu perubahan secara kognitif, afektif dan
psikomotorik pada individu yang bersangkutan.
Pengertian
Motivasi Belajar
Motivasi
belajar adalah segala sesuatu yang dapat memotivasi siswa atau individu untuk
belajar. Ada dua motivasi dalam belajar, yaitu motivasi Ekstrinsik dan motivasi
intrinsik. Menurut Santrock (2007) motivasi ekstrinsik adalah melakukan sesuatu
untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan) motivasi
ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan dan
hukuman. Sedangkan motivasi instrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan
sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri), misalnya murid mungkin
belajar menghadapi ujian karena dia senang pada pelajaran yang diujikan. Dari
pendapat Santrock tersebut kiranya sudah sangat jelas bahwa motivasi belajar
itu ada yang bersifat instrinsik atau timbul dari dalam diri siswa sendiri ada
juga yang bersifat ekstrinsik atau muncul karena adanya imbalan atau hadiah
dari guru atau orang tua.
Motivasi dan
Belajar
Lalu apa
pentingnya motivasi dalam belajar, tentu saja penting, diawal sudah dijelaskan
bahwa motivasi adalah merupakan suatu energi dalam diri manusia yang dapat
mendorong untuk melakukan aktivitas tertentu dengan tujuan tertentu, artinya
tanpa motivasi seorang siswa tidak akan membaca, belajar dan sekolah dan
akhirnya tentu saja tidak akan mencapai suatu keberhasilan dalam belajar.
Menurut Syah (2004) dan DePorter (2003) ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi belajar, yaitu:
1. Faktor internal siswa: Aspek fisik
(kelelahan, pendengaran, penginderaan, dll.), Aspek Psikologis (Inteligensi
siswa, bakat, sikap, minat, dan motivasi).
2. Faktor eksternal: Lingkungan sosial
(lingkungan rumah, lingkungan sekolah).
3. Faktor pendekatan belajar
Motivasi
dalam organisasi
Lima fungsi
utama manajemen adalah planning, organizing, staffing, leading, dan
controlling. Pada pelaksanaannya, setelah rencana dibuat (planning), organisasi
dibentuk (organizing), dan disusun personalianya (staffing), maka langkah
berikutnya adalah menugaskan/mengarahkan karyawan menuju ke arah tujuan yang
telah ditentukan. Fungsi pengarahan (leading) ini secara sederhana adalah
membuat para karyawan melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkan dan
harus mereka lakukan. Memotivasi karyawan merupakan kegiatan kepemimpinan yang
termasuk di dalam fungsi ini. Kemampuan manajer untuk memotivasi karyawannya
akan sangat menentukan efektifitas manajer. Manajer harus dapat memotivasi para
bawahannya agar pelaksanaan kegiatan dan kepuasan kerja mereka meningkat.
Berbagai
istilah digunakan untuk menyebut kata ‘motivasi’ (motivation) atau motif,
antara lain kebutuhan (need), desakan (urge), keinginan (wish), dan dorongan
(drive). Dalam hal ini, akan digunakan istilah motivasi yang diartikan sebagai
keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk
melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.
Motivasi
menunjuk kepada sebab, arah, dan persistensi perilaku. Kita bicara mengenai
penyebab suatu perilaku ketika kita bertanya tentang mengapa seseorang
melakukan sesuatu. Kita bicara mengenai arah perilaku seseorang ketika kita
menanyakan mengapa ia lakukan suatu hal tertentu yang mereka lakukan. Kita
bicara tentang persistensi ketika kita bertanya keheranan mengapa ia tetap
melakukan hal itu (Berry, 1997).
Suatu
organisme (manusia/hewan) yang dimotivasi akan terjun ke dalam suatu aktivitas
secara lebih giat dan lebih efisien daripada yang tanpa dimotivasi. Selain
menguatkan organisme itu, motivasi cenderung mengarahkan perilaku (orang yang
lapar dimotivasi untuk mencari makanan untuk dimakan; orang yang haus, untuk
minum; orang yang kesakitan, untuk melepaskan diri dari stimulus/rangsangan
yang menyakitkan (Atkinson, Atkinson, & Hilgard, 1983).
Sampai pada
abad 17 dan 18, para pakar filsafat masih berkeyakinan bahwa konsepsi
rasionalisme merupakan konsep satu-satunya yang dapat menerangkan
tindakan-tindakan yang dilakukan manusia. Konsep ini menerangkan bahwa manusia
adalah makhluk rasional dan intelek yang menentukan tujuan dan melakukan
tindakannya sendiri secara bebas berdasarkan nalar atau akalnya. Baik-buruknya
tindakan yang dilakukan oleh seseorang sangat tergantung dari tingkat
intelektual orang tersebut. Pada masa-masa berikutnya, muncul pandangan
mekanistik yang beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh manusia timbul
dari adanya kekuatan internal dan eksternal, diluar kontrol manusia itu
sendiri. Hobbes (abad ke-17) mengemukakan doktrin hedonisme-nya yang menyatakan
bahwa apapun alasan yang diberikan oleh seseorang atas perilakunya, sebab-sebab
terpendam dari semua perilakunya itu adalah adanya kecenderungan untuk mencari
kesenangan dan menghindari kesusahan.
Teori
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat
menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu
kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi
intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Seberapa
kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas
perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam
kehidupan lainnya.. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya
tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama
dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang.
Dalam
konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk
memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya:
1. Durasi kegiatan;
2. Frekuensi kegiatan;
3. Persistensi pada kegiatan;
4. Ketabahan, keuletan dan kemampuan
dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan;
5. Devosi dan pengorbanan untuk
mencapai tujuan;
6. Tingkat aspirasi yang hendak dicapai
dengan kegiatan yang dilakukan;
7. Tingkat kualifikasi prestasi atau
produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan;
8. Arah sikap terhadap sasaran
kegiatan.
Untuk
memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang
motivasi, antara lain :
1. Teori Abraham H. Maslow (Teori
Kebutuhan);
2. Teori McClelland (Teori Kebutuhan
Berprestasi);
3. Teori Clyton Alderfer (Teori ERG);
4. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor);
5. Teori Keadilan;
6. Teori penetapan tujuan;
7. Teori Victor H. Vroom (teori
Harapan);
8. Teori Penguatan dan Modifikasi
Perilaku; dan
9. Teori Kaitan Imbalan dengan
Prestasi. (disarikan dari berbagai sumber : Winardi, 2001:69-93; Sondang P.
Siagian, 286-294; Indriyo Gitosudarmo dan Agus Mulyono,183-190, Fred
Luthan,140-167)1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori
Motivasi
1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori
motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada
pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu :
1. Kebutuhan fisiologikal
(physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex;
2. Kebutuhan rasa aman (safety needs),
tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan
intelektual;
3. Kebutuhan akan kasih sayang (love
needs);
4. Kebutuhan akan harga diri (esteem
needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan
5. Aktualisasi diri (self
actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk
mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi
kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan
yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang
diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai
kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi
kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia
itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia
berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang
unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan
tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula
untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia
dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan,
bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut
terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh
Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara
analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti
dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika
konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti
seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini
keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan
terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa
aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat
dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin
mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi
juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan
berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil
memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati
rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia
digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini,
perlu ditekankan bahwa :
- Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
- Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
- Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati
pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis,
namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori
motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat
aplikatif.
2. Teori McClelland (Teori Kebutuhan
Berprestasi)
Dari
McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need
for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai
dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip
oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“
Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi,
atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan
hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang
berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa
puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain.
Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”
Menurut
McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers)
memiliki tiga ciri umum yaitu :
1. Sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan
derajat kesulitan moderat;
2. Menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul
karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti
kemujuran misalnya; dan
3. Menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan
kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
3. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG)
Teori
Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori Alderfer
merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E = Existence
(kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhanuntuk berhubungan dengan
pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan).
Jika makna
tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara
konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh
Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki
pertama dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness” senada dengan hierarki
kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung
makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer
menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya
secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa
:
- Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya;
- Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;
- Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.
Tampaknya
pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena
menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi
obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada
hal-hal yang mungkin dicapainya.
4. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)
Ilmuwan
ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi
Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari
motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.
Menurut
teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong
berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri
seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan
adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar
diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.
Menurut
Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah
pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan
dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau
pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan
seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan
sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan
organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem
imbalan yang berlaku.
Salah satu
tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan
dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang,
apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik
5. Teori
Keadilan
Inti teori
ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan
kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan
yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa
imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
- Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau
- Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Dalam
menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal
sebagai pembanding, yaitu :
- Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
- Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;
- Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis;
- Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang merupakan hak para pegawai
Pemeliharaan
hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat dan petugas
di bagian kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan
timbul, apalagi meluas di kalangan para pegawai. Apabila sampai terjadi maka
akan timbul berbagai dampak negatif bagi organisasi, seperti ketidakpuasan,
tingkat kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya kecelakaan dalam
penyelesaian tugas, seringnya para pegawai berbuat kesalahan dalam melaksanakan
pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan perpindahan pegawai ke
organisasi lain.
6. Teori
penetapan tujuan (goal setting theory)
Edwin Locke
mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme
motivasional yakni :
a. Tujuan-tujuan mengarahkan perhatian;
b. Tujuan-tujuan mengatur upaya;
c. Tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan
d. Tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan
rencana-rencana kegiatan. Bagan berikut ini menyajikan tentang model instruktif
tentang penetapan tujuan.
7. Teori
Victor H. Vroom (Teori Harapan )
Victor H.
Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu
teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi
merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan
yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang
diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan
jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya
mendapatkannya.
Dinyatakan
dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang
menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang
bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu.
Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis,
motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
Di kalangan
ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini
mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian
kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya
serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya
itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para
pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi
cara untuk memperolehnya.
8. Teori
Penguatan dan Modifikasi Perilaku
Berbagai
teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat digolongkan sebagai
model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan
persepsi orang yang bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya
pun ditentukan oleh persepsi tersebut.
Padahal
dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak seseorang
ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari perilaku dan
tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut
berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku.
Dalam hal
ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang menyatakan bahwa
manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekwensi yang
menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang mengibatkan perilaku yang
mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan.
Contoh yang
sangat sederhana ialah seorang juru tik yang mampu menyelesaikan tugasnya
dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik tersebut mendapat pujian dari
atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan gaji yang dipercepat. Karena
juru tik tersebut menyenangi konsekwensi perilakunya itu, ia lalu terdorong
bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan
keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan komputer sehingga
kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya diharapkan mempunyai
konsekwensi positif lagi di kemudian hari.
Contoh
sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat berulangkali mendapat
teguran dari atasannya, mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi
indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan sanksi sebagi konsekwensi
negatif perilaku pegawai tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu
datang tepat pada waktunya di tempat tugas.
Penting
untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi
perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalu
diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi
pula.
9. Teori
Kaitan Imbalan dengan Prestasi.
Bertitik
tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna, dalam
arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus
menerus berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti
menggabung berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi satu model.
Tampaknya terdapat kesepakan di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah
apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang
individu .
Menurut
model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal
adalah :
a. Persepsi seseorang mengenai diri sendiri;
b. Harga diri;
c. Harapan pribadi;
d. Kebutuhaan;
e. Keinginan;
f. Kepuasan kerja;
g. Prestasi kerja yang dihasilkan.
Sedangkan
faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah :
a. Jenis dan sifat pekerjaan;
b. Kelompok kerja dimana seseorang
bergabung;
c. Organisasi tempat bekerja;
d. Situasi lingkungan pada umumnya;
e. Sistem imbalan yang berlaku dan cara
penerapannya.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar