15. PERENCANAAN
KEUANGAN DAERAH
Aspek perencanaan keuangan daerah diarahkan agar
seluruh proses penyusunan APBD semaksimal mungkin dapat menunjukkan latar
belakang pengambilan keputusan dalam penetapan arah kebijakan umum, skala
prioritas dan penetapan alokasi serta distribusi sumber daya dengan melibatkan
partisipasi masayarakat.
Dokumen
penyusunan anggaran yang disampaikan oleh masing-masing satuan kerja perangkat
daerah (SKPD) yang disusun dalam format Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD
seharusnya dapat menyajikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran, serta
korelasi antara besaran anggaran (beban kerja dan harga satuan) dengan
manfaat dan hasil yang ingin dicapai atau diperoleh masyarakat dari suatu
kegiatan yang dianggarkan. Dengan demikian prinsip penerapan anggaran berbasis
kinerja yang mengandung makna bahwa setiap penyelenggara negara berkewajiban
untuk bertanggungjawab atas hasil proses dan penggunaan sumber dayanya harus
diimplementasikan dalam proses perencanaan, penganggaran serta dalam
pelaksanaan anggarannya sendiri.
Beberapa
prinsip dalam disiplin anggaran yang perlu diperhatikan dalam penyusunan
anggaran daerah antara lain bahwa:
- Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja;
- Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam APBD/Perubahan APBD
- Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening Kas Umum Daerah.
Pendapatan daerah (langsung) pada hakikatnya diperoleh
melalui mekanisme pajak dan retribusi atau pungutan lainnya yang dibebankan
pada seluruh masyarakat. Keadilan atau kewajaran dalam perpajakan terkait
dengan prinsip kewajaran “horisontal” dan kewajaran “vertikal”. Prinsip dari
kewajaran horisontal menekankan pada persyaratan bahwa masyarakat dalam posisi
yang sama harus diberlakukan sama, sedangkan prinsip kewajaran vertikal
dilandasi pada konsep kemampuan wajib pajak/restribusi untuk membayar, artinya
masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk membayar tinggi diberikan beban pajak
yang tinggi pula. Tentunya untuk menyeimbangkan kedua prinsip tersebut
pemerintah daerah dapat melakukan diskriminasi tarif secara rasional untuk
menghilangkan rasa ketidakadilan.
Selain itu
dalam konteks belanja, Pemerintah Daerah harus mengalokasikan belanja daerah
secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok
masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum.
Untuk dapat
mengendalikan tingkat efisiensi dan efektifitas anggaran, maka dalam
perencanaan anggaran perlu diperhatikan :
- Penetapan secara jelas tujuan dan sasaran, hasil dan manfaat, serta indikator kinerja yang ingin dicapai;
- Penetapan prioritas kegiatan dan penghitungan beban kerja, serta penetapan harga satuan yang rasional.
Aspek penting
lainnya yang diatur dalam peraturan pemerintah ini adalah keterkaitan antara
kebijakan (policy), perencanaan (planning) dengan penganggaran (budget)
oleh pemerintah daerah, agar sinkron dengan berbagai kebijakan pemerintah
sehingga tidak menimbulkan tumpang tindih pelaksanaan program dan kegiatan oleh
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Proses
penyusunan APBD pada dasarnya bertujuan untuk menyelaraskan kebijakan ekonomi
makro dan sumber daya yang tersedia, mengalokasikan sumber daya secara tepat
sesuai kebijakan pemerintah dan mempersiapkan kondisi bagi pelaksanaan
pengelolaan anggaran secara baik. Oleh karena itu pengaturan penyusunan
anggaran merupakan hal penting agar dapat berfungsi sebagaimana diharapkan
yaitu:
- dalam konteks kebijakan, anggaran memberikan arah kebijakan perekonomian dan menggambarkan secara tegas penggunaan sumberdaya yang dimiliki masyarakat;
- fungsi utama anggaran adalah untuk mencapai keseimbangan ekonomi makro dalam perekonomian;
- anggaran menjadi sarana sekaligus pengendali untuk mengurangi ketimpangan dan kesenjangan dalam berbagai hal di suatu negara.
Proses
Penyusunan APBD
Penyusunan APBD
diawali dengan penyampaian kebijakan umum APBD sejalan dengan Rencana Kerja
Pemerintah Daerah, sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD untuk dibahas
dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD. Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah
disepakati dengan DPRD, Pemerintah Daerah bersama dengan DPRD membahas
prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap
Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Kepala SKPD
selanjutnya menyusun Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD) yang disusun
berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Rencana Kerja dan Anggaran ini
disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran
yang sudah disusun. Rencana Kerja dan Anggaran ini kemudian disampaikan kepada
DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD. Hasil pembahasan ini
disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan
Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.
Proses
selanjutnya Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang
APBD disertai penjelasan dari dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD untuk
dibahas dan disetujui. APBD yang disetujui DPRD ini terinci sampai dengan unit
organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Jika DPRD tidak
menyetujui Rancangan Perda APBD tersebut, untuk membiayai keperluan setiap
bulan Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran daerah setinggi-tinginya
sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya dengan prioritas untuk belanja
yang mengikat dan wajib.
Pengelolaan
Keuangan Daerah
Dalam
pengelolaan keuangan daerah dikenal adanya dua macam pengelolaan yaitu.
Yang pertama adalah Pengelolaan Umum Dalam hal ini
Kepala Daerah adalah pemegang kekuasaan umum pengelolaan keuangan darah.
Kekuasaan ini meliputi antara lain :
· Fungsi
perencanaan umum.
· Fungsi
pemungutan pendapatan.
· Fungsi
perbendaharaan umum daerah.
· Fungsi
penggunaan anggaran, serta
· Fungsi
pengawasan dan pertanggung jawaban
Selaku pejabat
pemegang kekuasaan umum Kepala Daerah mendelegasikan sebagian atau seluruh
Kewenangannya kepada Sekretaris Daerah atau perangkat pengelola keuangan
daerah.
Yang kedua adalah Pengelolaan Khusus Dalam hal ini
adalah bendahara umum daerah yang berwenang untuk menerima, menyimpan, membayar
atau mengeluarkan uang dan barang serta berkewajiban mempcrtanggungjawabkan
kepada kepala daerah (Abdul Halim 2001). Dalam pengelolaan keuangan daerah
dikenal istilah otorisator, ordonator. Kewenangan otorisator adalah kewenangan
untuk mengambil tindakan-tindakan yang mengakibatkan adanya pengeluaran dan
atau penerimaan daerah serta wewenang untuk menguji tagihan, memerintahkan
pembayaran dan atau penagihan sebagai akibat adanya tindakan “Otorisator”.
Sedangkan kewenangan ordonator adalah wewenang ordanansi yang menimbulkan
tindakan ordonansi dibidang pendapatan daerah adalah berupa pembebanan dan
tindakan pungutan terhadap wajib pajak, wajib bayar karena adanya hak tagih
oleh daerah.
SUMBER: http://kajiansektorpublik.wordpress.com/2009/02/27/perencanaan-keuangan-daerah/http://kajiansektorpublik.wordpress.com/2009/02/27/perencanaan-keuangan-daerah/http://kajiansektorpublik.wordpress.com/2009/02/27/perencanaan-keuangan-daerah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar