Minggu, 10 April 2016

Tulisan Softskill

DIA & dia
Dan semua yang ditakuti itu terjadi, jatuh cinta pada orang yang salah. Salah? Apakah kata itu pantas untuk dicatutkan padanya? Dia yang sebenarnya tulus menjaga dan menyayangi aku selayaknya wanita beruntung didunia. Rasanya kurang adil, apakah salah menyayangi seorang pria bermata sipit berkulit putih berwajah oriental? Mereka menyalahkan itu. Dengan jilbabku dan Tuhan kita. Siapa yang salah? Ketika pertama kali ia melempar senyumnya padaku. Berjalan pelan mendekati lalu menyapa dengan hangatnya. Hanya dia, yang pernah membuat aku merasa menjadi wanita beruntung di semesta ini.
Kita tidak pernah bisa pergi di hari Minggu pagi. Hanya bertukar pesan dengan silent di ponselnya. Ia selalu mengingatkan 5 waktuku. Memberikan mukena untuk ulang tahunku. Lalu, apa yang salah dengan itu? menunggunya diluar gereja dengan chocolate hangat ditanganku. Aku tak akan pernah bisa menemaninya didalam sana. Begitu juga dengan aku, aku tidak akan pernah bisa meminta ia untuk shalat didepanku. Ini kisah kita, yang akan diingat walau tak akan pernah ku wujudkan dalam nafasku.
Ketika makan bersama, kita berdoa, pada Tuhan yang berbeda. Aku berdoa dengan kedua telapak tanganku terbuka, ia menggenggam jemarinya dan memejamkan mata. Mereka bilang itu hal yang salah. Bersama dalam satu meja dengan gaya berdoa yang berbeda. Menyakitkan. Jangan salahkan dia telah menjagaku dengan baik. Menghormati setiap pendapat dan keputusan yang aku buat. Jangan salahkan dia karena aku merasa nyaman dan damai disampingnya. Karenanya langkah dan semangat ini selalu ada. Namun aku tahu, ini tidak bisa dilanjutkan, walau inginnya aku terus bersamanya.
Jika aku dan dia tidak harus bersama, mengapa Kau tunjukan ia padaku? Mengapa Kau ijinkan dia membuatku merasa menjadi wanita beruntung yang pernah ada? Mengapa Kau ijinkan dia menggenggam tanganku? Mengapa Kau ijinkan dia menjadi penghuni hatiku? Jika akhirnya akan begini, bukannya menyesal aku bertemu, hanya saja cara ini salah untuk kita. Aku tak ingin ada yang terluka, dia, aku ataupun Engkau Tuhanku. Aku tahu aku salah, maafkan aku. Tapi mohon jangan salahkan dia, ia terlalu baik untuk Kau salahkan.
Aku hanya bersyukur, berjumpa dengannya, berbagi senyuman, sempat menangis, tak pernah dibentaknya, aku mencintainya, maafkan aku Tuhan. Aku amat dan sangat mencintaiMu, Kau tahu itu. Namun, pria yang Kau kenalkan padaku itu, aku suka padanya, menyayanginya, mencintainya dan ingin bersamanya, tapi aku tak bisa, Kau yang melarangnya. Lalu, apa baiknya kita dipertemukan? Jika akhirnya kita tidak diizinkan bersama, bahkan saling menyakiti satu sama lain, tertekan rasa rindu, aku mengadu padaMu, dan tetap kita tak bisa bersatu.
Kata mereka, “karena Tuhan kita berbeda”. Aku tak kuasa memintanya untuk memujaMu wahai Tuhanku, dan akupun tak mungkin mengkhianatiMu. Siapa pencipta rasa dilema ini? Aku benci merasakannya.  Kamu, pria bermata sipit berkulit putih berwajah oriental, jaga diri baik baik, terimakasih untuk segala pengalaman dan ceritanya,bersamamu adalah masa terbaik yang pernah aku miliki. Sampai bertemu kembali, ditempat dan waktu yang lebih indah.