DIA
& dia
Dan
semua yang ditakuti itu terjadi, jatuh cinta pada orang yang salah. Salah?
Apakah kata itu pantas untuk dicatutkan padanya? Dia yang sebenarnya tulus
menjaga dan menyayangi aku selayaknya wanita beruntung didunia. Rasanya kurang
adil, apakah salah menyayangi seorang pria bermata sipit berkulit putih
berwajah oriental? Mereka menyalahkan itu. Dengan jilbabku dan Tuhan kita. Siapa
yang salah? Ketika pertama kali ia melempar senyumnya padaku. Berjalan pelan
mendekati lalu menyapa dengan hangatnya. Hanya dia, yang pernah membuat aku
merasa menjadi wanita beruntung di semesta ini.
Kita
tidak pernah bisa pergi di hari Minggu pagi. Hanya bertukar pesan dengan silent
di ponselnya. Ia selalu mengingatkan 5 waktuku. Memberikan mukena untuk ulang
tahunku. Lalu, apa yang salah dengan itu? menunggunya diluar gereja dengan
chocolate hangat ditanganku. Aku tak akan pernah bisa menemaninya didalam sana.
Begitu juga dengan aku, aku tidak akan pernah bisa meminta ia untuk shalat
didepanku. Ini kisah kita, yang akan diingat walau tak akan pernah ku wujudkan
dalam nafasku.
Ketika
makan bersama, kita berdoa, pada Tuhan yang berbeda. Aku berdoa dengan kedua
telapak tanganku terbuka, ia menggenggam jemarinya dan memejamkan mata. Mereka
bilang itu hal yang salah. Bersama dalam satu meja dengan gaya berdoa yang
berbeda. Menyakitkan. Jangan salahkan dia telah menjagaku dengan baik.
Menghormati setiap pendapat dan keputusan yang aku buat. Jangan salahkan dia
karena aku merasa nyaman dan damai disampingnya. Karenanya langkah dan semangat
ini selalu ada. Namun aku tahu, ini tidak bisa dilanjutkan, walau inginnya aku
terus bersamanya.
Jika
aku dan dia tidak harus bersama, mengapa Kau tunjukan ia padaku? Mengapa Kau
ijinkan dia membuatku merasa menjadi wanita beruntung yang pernah ada? Mengapa
Kau ijinkan dia menggenggam tanganku? Mengapa Kau ijinkan dia menjadi penghuni
hatiku? Jika akhirnya akan begini, bukannya menyesal aku bertemu, hanya saja
cara ini salah untuk kita. Aku tak ingin ada yang terluka, dia, aku ataupun Engkau
Tuhanku. Aku tahu aku salah, maafkan aku. Tapi mohon jangan salahkan dia, ia
terlalu baik untuk Kau salahkan.
Aku
hanya bersyukur, berjumpa dengannya, berbagi senyuman, sempat menangis, tak
pernah dibentaknya, aku mencintainya, maafkan aku Tuhan. Aku amat dan sangat
mencintaiMu, Kau tahu itu. Namun, pria yang Kau kenalkan padaku itu, aku suka
padanya, menyayanginya, mencintainya dan ingin bersamanya, tapi aku tak bisa,
Kau yang melarangnya. Lalu, apa baiknya kita dipertemukan? Jika akhirnya kita
tidak diizinkan bersama, bahkan saling menyakiti satu sama lain, tertekan rasa
rindu, aku mengadu padaMu, dan tetap kita tak bisa bersatu.
Kata
mereka, “karena Tuhan kita berbeda”. Aku tak kuasa memintanya untuk memujaMu
wahai Tuhanku, dan akupun tak mungkin mengkhianatiMu. Siapa pencipta rasa
dilema ini? Aku benci merasakannya.
Kamu, pria bermata sipit berkulit putih berwajah oriental, jaga diri
baik baik, terimakasih untuk segala pengalaman dan ceritanya,bersamamu adalah
masa terbaik yang pernah aku miliki. Sampai bertemu kembali, ditempat dan waktu
yang lebih indah.